Senin, 24 Juni 2013

Tenun Ikat Khas Flores

Kain tenun ikat khas Flores adalah produk budaya dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Seperti halnya kain tenun lainnya, cara pembuatannya pun masih tradisional dan bisa memakan waktu berbulan-bulan. Membutuhkan kesabaran dan dedikasi yang tidak sedikit untuk menghasilkan sehelai kain tenun ikat yang bernilai tinggi.

Proses pembuatan kain tenun ikat khas Flores ini dimulai dengan memisahkan kapas dari biji, memintal kapas menjadi benang, memberi warna, mengikat motif, dan menenun. Pewarnaan benang masih menggunakan pewarna tradisional yang diambil dari tumbuh-tumbuhan, seperti kemiri, kulit pohon mangga, kulit pohon coklat, daun nira, kunyit, loba, dan masih banyak lagi. Proses pewarnaan dilakukan secara berulang-ulang agar menghasilkan warna yang khas. Memang warnanya tidak secerah pewarna sintetis, tetapi itulah yang membuat warna kain tenun ikat lebih tahan lama. Warnanya pun cenderung lebih indah seiring dengan waktu.

Dalam membuat kain tenun ikat, setiap daerah atau etnis di Flores memiliki ragam motif, corak, dan preferensi warna yang berbeda-beda.

Kain tenun khas suku Sikka dari daerah Maumere biasanya selalu menggunakan warna gelap seperti hitam, coklat, biru, dan ungu. Motifnya banyak dipengaruhi oleh laut. Dikisahkan para nenek moyang etnis Sikka adalah pelaut-pelaut handal. Figur seperti nelayan, perahu, atau udang menjadi ciri khas kain tenun dari Sikka. Adapun motif bunga mawar yang konon adalah motif khas untuk putri-putri kerajaan Sikka.

Di daerah Ende, penggunaan warna coklat dan merah sangat dominan. Dihiasi oleh motif-motif bergaya Eropa, karena secara geografis berada di pesisir selatan Flores yang memudahkan untuk berhubungan dengan pendatang pada jaman dahulu. Kain tenun khas daerah Ende mempunyai keunikan tersendiri, yaitu hanya menggunakan satu motif di bagian tengah kain.

Di bagian Selatan NTT, terdapat pulau Sumba yang mempunyai kain tenun dengan ciri khas tersendiri. Motif-nya berupa binatang-binatang dan didominasi dengan warna-warna cerah yang terinspirasi dari alam. Motif kain tenun Sumba sarat nilai-nilai religius. Ayam, misalnya. Motif ini melambangkan kehidupan wanita ketika berumah tangga. Kuda adalah lambang kebanggaan, kekuatan, dan kejantanan. Sementara burung kakatua yang berkelompok melambangkan persatuan-kesatuan.  


Kain tenun ikat (bundled woven fabric) from Flores is a cultural product of East Nusa Tenggara (NTT). Same as any other kain tenun, the way of making it is still traditional and it could take many months. It requires patience and dedication to produce a piece of kain tenun with high value.

The process of making the kain tenun ikat Flores is started by separating the seeds from the cotton, spinning cotton into yarn, coloring, binding motifs, and weaving. Coloring the thread is still using traditional dyes derived from plants, such as hazelnut, mango tree bark, chocolate tree bark, sap leaves, turmeric, and many more. Coloring process is repeated to produce a distinctive color. Indeed, the colors are not as bright as the synthetic dyes, but that is what makes the color of kain tenun ikat more durable and also become more beautiful eventually.

In making kain tenun ikat, each region or ethnicity in Flores has a variety of motifs, patterns and color preferences.

Kain tenun of Sikka tribe in Maumere area usually use dark colors such as black, brown, blue, and purple. The motifs is heavily influenced by the sea. According to legend, Sikka ethnic ancestors were proffessional sailors. Figures such as fishermen, boat, or shrimp is the characteristic of kain tenun of Sikka. There is also rose motifs; it said that is a motif wears by royal princesses Sikka.

In Ende, the use of brown and red colors are very dominant. Decorated by a European-style motifs, because Ende is geographically located on the southern coast of Flores which makes it easy to approached by foreigners. Kain tenun from Ende has its own uniqueness, which only uses a single motif in the center of the fabric.

In the southern of NTT, there is Sumba island that has its own uniqueness of kain tenun. Its motive is in the form of animals and is dominated by bright colors which inspired by nature. Kain tenun Sumba motifs has many religious values. Hen, for example. This motif symbolizes a woman's life when married. Horse represent of pride, strength, and manliness. While a group of parrots symbolizes unity.

8 komentar:

  1. Walau sekilas, tak terlalu mendetail, namun sudah bagus juga ulasan dan tulisannya Mbak Nindy.
    Lebih mengenalkan budaya asli negeri ini yang beraneka ragam jenis corak kepada para pembaca yang belum pernah mengetahuinya.
    Lebih banyak lagi mengulas tentang hal-hal yang jarang dibahas dan dikupas, pasti akan menarik minat para pembaca untuk terus mengikuti tulisan-tulisan Mbak Nindy.
    Terus berkarya... lanjutkan... :-D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pur ...

      Terima kasih ya sudah mampir dan supportnya

      Hapus
  2. Mbak Nindy, aku baru ngeh ternyata batik sumbawa itu macem macem ya... ditunggu ulasan berikutnya ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Sis ...
      banyak corak dan ragam, harus diperkenalkan supaya pada paham sehingga tidak diakui negera lain

      Hapus
  3. Keren tuh mba,semoga banyak desainer muda indonesia ikut memperkenal ragam kain tenun yg ada di indonesia sehingga di akui oleh dunia sebagai kain tenun tradisional asli indonesia
    Jangan tunggu diklaim sama tetangga sebelah baru bergerak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget tuh ...
      trims sudah mampir yach

      Hapus
  4. Cukup lugas dan memperdalam wawasan, lanjutkan terus tulisan-tulisannya mba, biar menyebar ke yang lain,supaya budaya kita terus terjaga..
    Salam..

    BalasHapus
  5. Dicky ... makacih yach dah mampir
    semoga budaya kita tetap lestari

    BalasHapus